MEMBENTUK AKRONIM SECARA SANTUN
Oleh
AHMAD EFENDI, S. Pd.
Guru Bahasa dan Sastra Indonesia SMA
Negeri 1 Girimarto
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) akronim berarti kependekan yang berupa
gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan
sebagai kata yang wajar. Contoh: (1) ABRI
(Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), UAN
(Ujian Akhir Nasional), FISIP
(Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik). (2) Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah), Depdikbud (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), Jateng (Jawa Tengah). (3) parpol (partai politik), miras (minuman keras), markus (makelar kasus), dan lain-lain.
Pada contoh (1) akronim dibentuk dengan menuliskan seluruhnya menggunakan huruf
besar, dan contoh (2) akronim dibentuk dengan menggunakan huruf awal huruf kapital,
sedangkan contoh (3) akronim dibentuk dengan cara menuliskan seluruhnya
menggunakan huruf kecil.
Yang
menarik sekarang ini adalah ditemukan surat kabar (khususnya yang memberitakan dunia
kriminal) menggunakan akronim secara kurang santun, misalnya: salome (satu lobang rame-rame), ciblek (cilik-cilik betah melek), malmot (maling motor), perek (perempuan eksperimen), dan
lain-lain. Akronim semacam itu sebaiknya dihindari dalam penulisan jurnalistik,
karena selain belum lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, akronim tersebut juga
mengandung nilai rasa yang rendah (kurang baik).
Terlepas
dari semua itu, jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya memerhatikan
syarat-syarat berikut: (1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi suku kata
yang lazim pada kata Indonesia. (2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan
keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia
yang lazim.
0 comments:
Post a Comment