Gbr: angkasagroup.co.id |
Majas
atau gaya bahasa adalah
pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek
tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis
sastra
dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun
tertulis (Tim Redaksi, 2010: www.wikipedia.org).
Gaya bahasa seseorang pada saat mengungkapkan
perasaannya, baik secara lisan maupun tulisan dapat menimbulkan reaksi pembaca
berupa tanggapan. Secara garis besar, gaya bahasa terdiri dari empat jenis,
yaitu majas majas penegasan, majas pertentangan, majas perbandingan, dan majas
sindiran (Waridah, 2009: 322). Beberapa gaya bahasa itu dikelompokkan sebagai
berikut (Waridah, 2009: 322-336):
a.
Majas Penegasan
1)
Apofasis atau preterisio adalah gaya bahasa untuk
menegaskan sesuatu dengan cara seolah-olah menyangkal hal yang ditegaskan
(Waridah, 2009: 322).
Contoh:
a)
Rasanya berat bibir ini untuk mengatakan bahwa kucing
kesayangannya sudah mati tadi siang karena tertabrak mobil.
b)
Reputasi anda di hadapan para karyawan sangat baik.
Namun dengan adanya pemecatan karyawan tanpa alas an saya ingin mengatakan
bahwa Anda baru saja menghancurkan reputasi baik itu.
2)
Repetisi adalah pengulangan kata, frase, atau bagian
kalimat yang dianggap penting untuk memberikan penekanan (Waridah, 2009: 322).
Contoh:
a)
Bukan uang, bukan mobil, bukan juga rumah mewah yang
aku harapkan dari ayah dan ibu. Aku hanya ingin ayah dan ibu ada di sini. Aku
hanya ingin perhatian. Hanya itu, tidak lebih.
b)
Segala, segala
Ani, ya Aniku, Ani,
Mengapa kangmas engkau tinggalkan?
Lengang sepi rasanya rumah.
(Sutan Takdir Ali Sjabana)
3)
Aliterasi adalah pengulangan konsonan pada awal kata
secara berurutan (Waridah, 2009: 322-323).
Contoh:
a)
….
Mengalir, menimbu, mendesak,
mengepung,
Memenuhi sukma, menawan tubuh
(Perasaan
Seni, J.E. tatengkeng)
b)
Budi baik bagai bekal bagi kehidupan kita.
4) Pleonasme
adalah suatu pikiran atau gagasan yang disampaikan secara berlebihan sehingga
ada beberapa keterangan yang kurang dibutuhkan (Waridah, 2009: 323).
Contoh:
a) Kami
mendengar kabar itu dengan telinga kami sendiri.
b) Naiklah
ke atas dengan hati-hati.
c) Api
yang panas telah meluluhlantakkan pasar tradisonal itu.
2. Pararelisme
adalah gaya bahasa yang memakai kata, frase, atau klausa yang kedudukan sama
atau sejajar (Waridah, 2009: 323).
Contoh:
a) Baik
golongan yang tinggi maupun golongan yang rendah harus diadili kalau bersalah.
b) Segala
kupinta tiada kau beri
Segala Tanya tiada
kau sahuti
(“Nyanyi Sunyi”, Amir
Hamzah).
3. Tautologi
adalah gaya bahasa berupa pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya
(Waridah, 2009: 323).
Contoh:
a) Ia
jadi marah dan murka kepada orang yang menyerempet motor kesayangannya.
b) Rapat
direksi akan dibuka oleh Pak Amri pukul 08.00 pagi.
4. Inversi
adalah gaya bahasa yang mendahulukan predikat sebelum subjek dalam kalimat
(Waridah, 2009: 324).
Contoh:
a) Kubelai
rambutnya yang panjang.
b) Ada
perbedaan sudut pandang antara dia dan saya.
5. Elipsis
adalah gaya bahasa yang menghilangkan beberapa unsur kalimat, unsur-unsur yang
hilang tersebut mudah ditafsirkan oleh pembaca (Waridah, 2009: 324).
Contoh:
a) Andai
saja kamu mau menuruti saranku, tentu….
Sudahlah semua sudah
terjadi, tidak perlu dibicarakan lagi.
b) Aku
sudah memberimu modal uang, barang, bahkan waktuku bersama keluarga, tetapi
hasilnya….
6. Retoris
adalah gaya bahasa untuk menanyakan sesuatu yang jawabannya telah terkandung
dalam pertanyaan tersebut (Waridah, 2009: 324).
Contoh:
a) Adakah
orang yang ingin sakit selama hidupnya?
b) Siapa
yang ingin bahagia?
7. Klimaks
adalah gaya bahasa untuk menuturkan satu gagasan atau hal secara berturut-turut
dari yang sederhana meningkat ke gagasan atau hal yang lebih kompleks (Waridah,
2009: 324).
8.
Antiklimaks adalah gaya bahasa untuk menentukan satu
hal atau gagasan yang penting atau kompleks menurun kepada hal atau gagasan
yang sederhana (Waridah, 2009: 325).
9.
Antanaklasis adalah gaya bahasa yang menggunakan
pengulangan kata yang sama tetapi maknanya berbeda (Waridah, 2009: 325).
10. Pararima
adalah bentuk pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata
yang berlainan. Contoh: bolak-balik, liku-lku, kocar-kacir (Waridah, 2009: 325).
11. Koreksio
adalah gaya bahasa yang pada mulanya menegaskan sesuatu yang dianggap kurang
tepat, kemudian diperbaiki (Waridah, 2009: 325).
12. Sindenton
adalah gaya bahasa untuk mengungkapkan sesuatu kalimat atau wacana yang setiap bagiannya
dihubungkan oleh kata penghubung (Waridah, 2009: 325).
13. Eklamasio
adalah gaya bahasa yang menggunakan kata seru (Waridah, 2009: 326).
14. Alonim
adalah penggunaan varian dari nama untuk menegaskan (Waridah, 2009: 326).
15. Interupsi
adalah gaya bahasa yang menyisipkan keterangan tambahan di antara unsur-unsur
kalimat (Waridah, 2009: 327).
16. Pretario
adalah ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya
(Waridah, 2009: 327).
17. Silepsis
adalah gaya bahasa dengan menggunakan dua kontruksi sintaksis yang dihubungkan
oleh kata sambung. Namun hanya salah satu konstruksi yang maknanya utuh
(Waridah, 2009: 327).
b. Majas
Sindiran
1. Ironi
adalah gaya bahasa untuk mengatakan sesuatu maksud menggunakan kata-kata yang
berlainan atau bertolak belakang dengan maksud tersebut (Waridah, 2009: 328).
Contoh:
a) Rapi
sekali kamarmu sampai-sampai tidak satupun sudut ruangan yang tidak ditutupi sampah
kertas.
b) Bagus
benar kinerja aparat pemerintah sekarang ini sehingga jumlah pengangguran
semakin bertambah.
2. Sarkasme
adalah gaya bahasa yang berisi sindiran kasar (Waridah, 2009: 328). Contoh: Mulutmu harimaumu,
Anda makan rakus sekali.
3. Sinisme
adalah sindiran yang berbentuk kesangsian cerita mengandung ejekan terhadapa
keikhlasan dan ketulusan hati. Contoh: Sudah hentikan saja bujuk rayumu, karena
hanya akan membuatku sakit (Waridah,
2009: 328)
4. Antifrasis
adalah gaya bahasa ironi dengan kata atau kelompok kata yang maknanya berlawanan.
5. Inuendo
adalah sindiran yang sifatnya mengecilkan fakta sesungguhnya. Contoh: “Awas, Si
Bule datang”, saat Ido berkulit hitam mendekati mereka (Waridah, 2009: 328).
c. Majas
Pertentangan
1. Anthitesis
adalah gaya bahasa yang mengungkapkan suatu maksud dengan menggunakan kata-kata
yang saling berlawanan (Waridah, 2009: 329).
Contoh:
a) Setiap
warga Negara Indonesia baik laki-laki atau perempuan, anak-anak atau dewasa,
mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum.
b) Semua
kebaikan ayahnya dibalas dengan keburukan yang menyesakkan dada.
2. Paradoks
adalah gaya bahasa untuk mengungkapkan dua hal yang seolah-olah saling
bertentangan namun sebenarnya keduanya benar (Waridah, 2009: 329).
Contoh:
a) Jiwanya
terasa sepi di tengah hingar-bingar pesta.
b) Hati
boleh panas tetapi kepala harus tetap dingin dalam mengambil keputusan.
3. Oksimoron
adalah gaya bahasa yang mengandung
pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama
(Waridah, 2009: 329).
Contoh:
a) Kegagalan
adalah kesuksesan yang tertunda
b) Suap
menyuap di jalan raya sudah menjadi rahasia umum
c) Kepahitan
hidupnya di masa muda berbuah manis di masa tua.
4. Anakronisme
adalah gaya bahasa yang mengandung ketidaksesuaian antara peristiwa dan
waktunya (Waridah, 2009: 330).
Contoh:
a) Arjuna
saling berkirim sms dengan Srikandi untuk melepas rasa rindu.
b) Hang
Tuah melihat arloji, lalu menghidupkan pesawat televisinya.
5. Kontradiksi
interminus adalah gaya bahasa yang berisi sangkalan terhadap pernyataan yang
disebutkan sebelumnya (Waridah, 2009: 330).
Contoh:
a) Siswa
yang tidak berkepentingan dilarang masuk, kecuali panitia lomba.
b) Dr.
Syahrul membuka praktik setiap hari Senin-Sabtu, pikul 17.00-19.00 kecuali hari
Jumat pukul 15.00-17.00.
d. Majas
Perbandingan
1. Metafora
adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal benda secara singkat dan padat
(Waridah, 2009: 330).
Contoh:
a) Buku
adalah jendela ilmu
b) Bumi
ini perempuan jalang yang menarik laki-laki jantan dan pertapa ke rawa-rawa
mesum ini.
c) Tuhan
adalah warga Negara paling modern
d) Rino
jatuh ke hati pada kembang desa Tegal Sari
2. Sinestesia
adalah gaya bahasa yang mempertukarkan dua indera yang berbeda (Waridah, 2009: 330).
Contoh:
a) Kamu
sangat manis saat memakai kebaya
b) Wajahnya
dingin saat mendengar kabar kematian anaknya
3. Simile
adalah gaya bahasa perbandingan yang ditandai dengan kata depan dan penghubung
seperti layaknya, bagaikan, bagai,
seperti, bagai (Waridah, 2009: 331).
Contoh:
a) Hubungannya
bagai anjing dan kucing.
b) Jalani
hidup ini seperti air mengalir
c) Layaknya
padi yang berisi dia tidak pernah sombong
4. Alegori
adalah gaya bahasa untuk mengungkapkan suatu hal melalui kiasan atau gambaran
(Waridah, 2009: 331)..
5. Alusio
adalah gaya bahasa yang berusaha menyugestikan kesamaan antara orang, tempat,
atau peristiwa (Waridah, 2009: 332).
Contoh:
a) Semangat Bandung Lautan Api menggelora di hati
kami
b) Hamparan
permadani hijau terbentang luas melingkupi kawasan Masjid At Taawun di Puncak
Bogor
6. Metonimia
adalah gaya bahasa yang menggunakan nama merk atau atribut tertentu untuk
menyebut benda. Contoh: Celana Levi’s membuat kakinya yang panjang dan langsing
(Waridah, 2009: 332).
7. Hiperbola
adalah gaya bahasa yang bersifat melebih-lebihkan suatu kenyataan (Waridah,
2009: 333).
Contoh:
a) Amarahnya
tiba-tiba menggelegar di tengah suasana rapat yang tenang.
b) Senyuman
gadis itu melemahkan sendi-sendi tubuhku.
8. Litotes
adalah gaya bahasa yang maknanya mengecilkan fakta dengan tujuan untuk
merendahkan diri (Waridah, 2009: 333-334).
Contoh:
a) Goresan
pena ini adalah hadiah untuk Ibu.
b) Mohon
maaf kami hanya bisa membantu ala kadarnya.
9. Personifikasi
adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda mati seolah-olah memiliki
sifat-sifat kemanusiaan (Waridah, 2009: 334).
Contoh: Matahari
baru saja kembali ke peraduannya
10. Sinekdoke
adalah gaya bahasa yang menyebutkan sebagian, tetapi yang dimaksud adalah
seluruh bagian atau sebaliknya. Sinekdoke terbagi atas pars prototo (sebagian
untuk seluruh bagian) dan totum pro parte (keseluruhan untuk sebagian)
(Waridah, 2009: 335).
Contoh:
a) Pak
Imron memelihara sepuluh ekor kambing (pars prototo)
b) Pertandingan
sepak bola antara Brazil melawan Belanda berakhir seri 0-0 (totum pro parte)
c) Setiap
kepala dikenakan denda Rp 5.000,- (pars prototo)
d) Chikungunya
menyerang Jawa Barat (totum pro parte)
11. Eufemisme
adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata halus untuk menggantikan
kata-kata yang dianggap tabu (Waridah, 2009: 335).
Contoh:
a) Para
penyandang tuna netra dan tuna rungu mendapatan bea siswa dari pemerintah.
b) Pembicara
utama akan memaparkan materinya, para hadirin dimohon untuk mengkondisikan alat
komunikasinya.
12. Perifrase
adalah gaya bahasa untuk menggantikan sesuatu kata atau kelompok kata lain
(Waridah, 2009: 335).
Contoh:
a) Berlibur
ke Pulau Dewata sangat menyenangkan
(Pulau Dewata=Bali)
b) Kawasan
Serambi Mekah diterjang tsunami.
13. Simbolik
adalah gaya bahasa untuk melukiskan sesuatu maksud dengan menggunakan simbol
atau lambang (Waridah, 2009: 336).
Contoh:
a) Banyak
tikus berkeliaran di gedung rakyat (tikus simbol koruptor)
b) Kupu-kupu
malam berterbangan di malam hari.
Menurut Suyoto (2010:www.google .com), majas atau gaya
bahasa adalah bahasa kias yang digunakan untuk mempertajam kamsud. Macam-macam
majas antara lain:
a. Majas perbandingan
1.
Personifikasi,
yaitu majas yang membandingkan benda yang tidak bernyawa seolah-olah dapat
bertindak seperti manusia.
Contoh :
a. Bulan menangis menyaksikan manusia saling
bunuh.
b. Daun-daun memuji
angin yang telah menyapanya.
2.
Metafora,
yaitu membandingkan dua hal/benda tanpa menggunakan kata penghubung.
Contoh :
a. Bumi itu
perempuan jalang.
b. Tuhan
adal;ah warga negara yang paling modern.
- Simile/Perumpamaan, yaitu membandingkan dua hal/benda dengan menggunakan kata penghubung.
Contoh :
a. Wajahnya
bagai bola api.
b. Tatapannya
laksana matahari.
c. Seperti angin aku melayang kian kemari.
- Alegori, membandingkan hal/benda secara berkelanjutan membentuk sebuah cerita.
Contoh :
Perjalanan hidup manusia
seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit
ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang pada akhirnya
berhenti ketika bertemu dengan laut.
b.
Majas
pertentangan
1.
Hiperbola,
mempertentangkan secara berlebih-lebihan.
Contoh :
a. Saya telah berusaha setengah mati menyelesaikan soal itu.
b. Kekayaannya
selangit.
2.
Litotes,
mempertentangkaan dengan merendahkan diri.
Contoh :
a. Kalau sempat mampirlah ke gubukku.
b. Ah, saya ini khan
cuma kacung.
3.
Ironi,
mempertentangkan yang bertujuan menyindir dengan menyampaikan sesuatu yang
bertentangan dengan fakta yang sebenarnya.
Contoh :
a. Hebat betul, pertanyaan semudah itu tidak bisa kaujawab.
b. Rajin betul, jam sepuluh baru datang!
4.
Oksimoron,
mempertentangkan secara berlawanan bagian demi bagian.
Contoh :
a. Kekalahan adalah kemenangan yang tertunda.
b. Kesedihan adalah
awal kebahagiaan.
c. Majas pertautan
1.
Metonimia,
menghubungkan ciri benda satu dengan benda lain yang disebutkan.
Contoh :
a. Kakakku sedang membaca Pramudya Ananta
Toer.
b. Belikan aku gudang garam filter.
2.
Sinekdoke, mernyebut sebagian untuk keseluruhan (pars
pro toto) atau keseluruhan untuk sebagian (totum pro part).
Contoh :
a. SMA Stella Duce 2 Yogyakarta berhasil
masuk final pertandingan basket.
b. Roda duanya
mogok.
- Alusio, mempertautkan hal dengan peribahasa.
Contoh :
a. Kalau kita menggunakan sebaiknya hemat
jangan sampai lebih besar pasak daripada tiang.
b. Sebaiknya kita menggunakan ilmu padi dalam
kehidupan kita, semakin berisi semakin tunduk.
- Inversi, mengubah susunan kalimat.
Contoh :
a. Hancurlah
hatinya menyaksikan kekasihnya berpaling ke lelaki lain.
b. Merahlah mukanya mendengar caci maki sahabat
karibnya.
d. Majas perulangan
- Aliterasi, mengulang bunyi konsonan yang sama.
Contoh :
a. Malam kelam suram hatiku semakin muram.
b. Gadis manis
menangis hatinya teriris iris.
- Antanaklaris, memgulang kata yang sama dengan arti yang berbeda.
Contoh :
a. Buah hatinya menjadi buah bibir
tetangganya.
b. Hatinya
memintanya berhati-hati.
- Repetisi, mengulang-ulang kata, frase, atau klausa yang dipentingkan.
Contoh :
a. Di Stella
Duce 2 Yogyakarta ia mulai meraih prestasi, di Stella Duce 2 Yogyakarta ia
menemukan tambatan hati, di Stella Duce 2 Yogyakarta pula ia menunggu hari
tuanya.
b. Tidak ada kata lain selain berjuang, berjuang, dan
terus berjuang.
- Paralelisme, mengulang ungkapan yang sama dengan tujuan memperkuat nuansa makna.
Contoh :
a. Sunyi itu
duka, sunyi itu kudus, sunyi itu lupa, sunyi itu mati.
b. Hidup adalah
perjuangan, hidup adalah persaingan, hidup adalah kesia-siaan.
Majas atau gaya bahasa
adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek
tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis
sastra
dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun
tertulis (Tim Redaksi, 2010: www.wikipedia.org).
Jenis-jenis majas menurut Tim
Redaksi (2010: www.wikipedia.org), antara
lain:
1. Majas perbandingan
a.
Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau
penggambaran.
- Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.
- Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan pengubung, seperti layaknya, bagaikan, dll.
- Metafora: Pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll.
- Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
- Sinestesia: Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
- Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
- Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
- Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
- Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.
- Litotes: Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri.
- Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
- Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.
- Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.
- Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
- Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
- Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
- Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
- Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
- Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
- Perifrase: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
- Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
- Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.
- Asosiasi: perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.
2. Majas sindiran
a. Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya
dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.
b. Sarkasme:
Sindiran langsung dan kasar.
c. Sinisme: Ungkapan yang
bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih
kasar dari ironi).
d. Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau
parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
e.
Innuendo: Sindiran yang
bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
3. Majas penegasan
a.
Apofasis: Penegasan dengan
cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
b.
Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah
jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
- Repetisi: Perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
- Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
- Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
- Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, atau klausa yang sejajar.
- Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
- Sigmatisme: Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
- Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
- Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
- Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
- Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
- Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.
- Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
- Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
- Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
- Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
- Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
- Ekskalamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
- Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
- Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
- Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
- Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
- Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
- Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.
4. Majas pertentangan
a.
Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang
seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
- Oksimoron: Paradoks dalam satu frase.
- Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
- Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
- Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahira, Anne. 2010. Syair. (online) (http://www.anneahira.com, diakses pada 20
November 2010).
Suyoto, Agustinus. 2010. Ungkapan, Peribahasa, dan Majas. (online)
(http://www.google.com, diakses 20 November
2010)
Waluyo, Herman J. 2003. Drama Teori dan
Pengajarannya (cetakan kedua). Yogyakarta: Henindita Graha Widya.
Waridah, Ernawati. 2009. EYD dan Seputar Kebahasaan Indonesia. Jakarta: Kawan Pustaka
pak, apakah majas-majas diatas sudah mencakup soal Ujian Nasional?
ReplyDeleteisinnya bagus pak, lengkap menarik.akan tetapi lebih baik lagi jika tiap majas diberi contoh agar pembacanya lebih paham. terimakasih. gatot XI A 1. 011
ReplyDeleteisinya lengkap tetapi lebih baik diperbanyak lagi contok contohnya
ReplyDelete@All: memang ini terlalu luas pembahasannya jika agak membingungkan. tapi jangan khawatir nanti di kelas ada penjelasan praktis tetntang majas ini. Bapak punya jurus META PERSO SIMILE ANTI ALE ALE & HIPER LITO IRO OKSIMORON (So dont miss it...hehehehe)
ReplyDeleteSaya kira ini merupakan pembahasan menarik bagi banyak orang. Semoga manfaatnya dapat dirasakannya. Tiket Pesawat.
ReplyDeleteTrims dah berkunjung
Delete