Wednesday, March 14, 2012

Manusia Tertinggi di Dunia Akhirnya Berhenti Tumbuh

Manusia Tertinggi di dunia: Sultan Kosen (dok. GWR)
.fendysastra.blogspot.com Virginia, AS, Sultan Kosen tercatat sebagai manusia tertinggi di dunia sejak tahun 2009. Saat dinobatkan tingginya adalah 246,5 cm, namun saat itu tinggi tubuhnya masih terus bertambah. Dan kini setelah menjalani pengobatan, Kosen akhirnya berhenti tumbuh dengan tinggi badan 251,5 cm.

Sultan Kosen (29 tahun) menderita akromegali, yaitu kondisi yang dipicu oleh tumor di kelenjar hipofisis. Hal ini menyebabkan kelebihan produksi hormon pertumbuhan, yang dapat mengakibatkan gigantisme bila terjadi sebelum masa pubertas.

Guinness World Records (GWR) menetapkan Kosen sebagai manusia hidup tertinggi di dunia sejak 25 Agustus 2009, dengan tinggi saat itu adalah 246,5 cm. Dia juga tercatat sebagai salah satu dari 12 orang yang memiliki tinggi delapan kaki atau lebih.

Namun dengan tinggi tubuhnya yang melebihi rata-rata, pria kelahiran 10 Desember 1982 ini kesulitan untuk bisa mendekati wanita. Untuk itu, Kosen fokus menjalani pengobatan untuk menghentikan pertumbuhannya agar tidak semakin tinggi.

Untuk mencegah pertumbuhan Kosen agar ia tidak semakin tinggi, ilmuwan di University of Charlottesville, Virginia, melakukan pengobatan yang sudah dimulai sejak Mei 2010, ketika ia ditempatkan pada sebuah pengobatan baru yang membantu mengontrol produksi hormon pertumbuhan.

"Memperlakukan orang dengan tinggi 251,5 cm tidak berbeda dari mengobati orang dengan tinggi 177 cm. Yang penting adalah menghentikan produksi hormon pertumbuhan berlebih," jelas Mary Lee Vance dari University of Charlottesville, seperti dilansir Thesun, Rabu (14/3/2012).

Sekitar 3 bulan lalu, dokter Kosen di Turki mengatakan ia akhirnya berhenti tumbuh. Kosen pun dinobatkan sebagai pria hidup tertinggi di dunia dengan tinggi badan 251,5 cm.

"Saya sangat senang bahwa kami mampu membantu Sultan Kosen. Jika ia terus tumbuh, itu akan menjadi mengancam jiwanya," jelas Dr Jason Sheehan, profesor bedah saraf di University of Virginia, salah satu dokter yang menanganinya.

Sumber: detikhealth

No comments:

Post a Comment